Ada seseorang
dari Yamamah bernama Musailamah Al Kadzdzab berusaha meniru-niru Nabi. Meniru-niru
dalam arti untuk menyaingi Nabi Muhammad shallallahu alayhi wasallam, yang
kemudian dia mendapatkan gelar al kadzdzab (pendusta).
Musailamah mendengar kabar Rasulullah
shallallahu alayhi wasallam pernah meludah di sebuah sumur maka tiba-tiba
airnya menjadi semakin banyak. Dia juga meludah ke sebuah sumur tetapi air
sumurnya malah menjadi kering total. Dan ia meludah pula ke dalam sumur lain
maka airnya berubah menjadi asin.
Dia pernah berwudhu kemudian
sisanya disiramkan ke sebuah batang kurma maka tiba-tiba kurma tersebut menjadi
kering dan mati.
Pernah dua bayi dibawa kepadanya
maka dia berusaha memberkahi keduanya sambil mengusap kepala mereka. Ternyata tak
lama setelah itu kepala salah satu anak itu menjadi botak dan satu lainnya
lidahnya menjadi kelu.
Ada juga yang datang kepadanya
dengan kedua matanya yang sakit. Maka Musailamah mengusap kedua mata orang itu,
ternyata seketika itu juga mata orang itu menjadi buta.
Kisah lainnya tentang Nabi Palsu
Musailamah ini adalah pada suatu hari, datang dua utusan Musailamah menemui
Rasulullah shallallahu alayhi wasallam untuk menyerahkan surat dari Musailamah.
Rasulullah shallallahu alayhi wasallam bertanya kepada keduanya, “Apakah kamu berdua mengakui bahwa saya adalah
Rasul Allah?”
“Kami mengakui bahwa Musailamah
adalah utusan Allah,” jawab mereka.
Rasulullah shallallahu alayhi
wasallam berkata, “Demi Allah, seandainya bukan karena larangan membunuh
utusan, niscaya saya penggal leher kamu berdua.”
Isi surat Musailamah itu berbunyi:
Bismillahirrahmanirrahim, dari
Musailamah utusan Allah, kepada Muhammad utusan Allah. Sesungguhnya aku diberi
kedudukan yang sama denganmu, jadi dunia ini separuh untuk kami dan separuh
untuk Quraisy, tetapi orang-orang Quraisy melampaui batas.
Rasulullah shallallahu alayhi wasallam membalas surat itu.
Bismillahirrahmanirrahim.
Keselamatan atas mereka yang mengikuti petunjuk. Amma ba’du, bumi ini milik
Allah, Dia mewariskannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya, dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang
bertakwa.
Ketika Musailamah datang bersama
Bani Hanifah, Rasulullah shallallahu alayhi wassalam pernah berkata kepadanya,
“Engkaulah yang kulihat dalam
mimpi. Tsabit yang akan menjawab keperluanmu.”
Kemudian beliau shallallahu
alayhi wasallam meninggalkannya.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhu,
bertanya-tanya apa maksud ucapan Rasulullah shallallahu alayhi wasallam,
‘Engkaulah yang kulihat dalam mimpi’?
Abu Hurairah radhiyallahu anhu menerangkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu alayhi wasallam pernah bermimpi melihat di tangannya ada dua buah gelang emas, lalu beliau meniup kedua gelang itu hingga lenyap. Kemudian beliau menakwilkannya, yang satu adalah pendusta dari Yamamah, sedangkan yang satunya adalah pendusta dari Shan’a.
Abu Hurairah radhiyallahu anhu menerangkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu alayhi wasallam pernah bermimpi melihat di tangannya ada dua buah gelang emas, lalu beliau meniup kedua gelang itu hingga lenyap. Kemudian beliau menakwilkannya, yang satu adalah pendusta dari Yamamah, sedangkan yang satunya adalah pendusta dari Shan’a.
Seperti telah diuraikan bahwa
Musailamah sudah berani mengaku-aku sebagai nabi, sejak Rasulullah shallallahu
alayhi wasallam masih hidup.
Sebelum Amru bin Ash radhiyallahu
anhu masuk Islam, dia pernah bertemu dengan Musailamah al-Kadzdzab. Musailamah
bertanya kepadanya,
“Apa yang sudah turun kepada
orang ini (Muhammad)?”
“Turun kepadanya satu surat
pendek yang sangat indah bahasanya,” kata Amr.
Musailamah meminta Amr
menyebutkannya. Amr yang ketika itu belum masuk Islam membacakan surat al-‘Ashr
sampai selesai.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia
itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh serta nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan
nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (al-‘Ashr: 1—3)
Setelah ‘Amr membacakannya,
Musailamah berpikir sejenak, lalu berkata,
“Diturunkan juga kepadaku yang serupa itu.”
“Apakah itu?” kata Amr.
Kemudian Musailamah mengucapkan,
يَا وَبْرُ يَا وَبْرُ إِنَّمَا أَنْتَ أُذُنَانِ وَصَدْرٌ وَسَائِرُكَ حَفْرٌ نَقْرٌ
“Wahai marmut, wahai marmut.
Engkau hanyalah dua daun telinga dan dada. Adapun selebihnya adalah hina dan
berpenyakit.”
Lalu dia melanjutkan, “Bagaimana
menurutmu, hai Amr?”
Dengan tegas Amr menyatakan di
hadapan Musailamah, “Demi Allah, sungguh engkau sudah tahu bahwa aku tahu kalau
engkau dusta.”
Bahkan, salah seorang pengikut
Musailamah sendiri, Thalhah an-Namari, berkata kepada Musailamah, “Saya
bersaksi bahwa engkau dusta, sedangkan Muhammad adalah orang yang jujur.
Tetapi, pendusta dari suku Rabi’ah (Musailamah) lebih aku sukai daripada orang
jujur dari Mudhar (Rasulullah).”
Sepeninggal Rasulullah
shallallahu alayhi wasallam tidak membuat Musailamah bertobat.Pada masa kekhalifahan
Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu anhu yang gencar memerangi orang murtad,
datanglah utusan Bani Hanifah untuk menghadap beliau. Abu Bakar radhiyallahu
anhu berkata kepada merka, “Tolong perdengarkan kepada kami sebagian dari Qur’an
versi Musailamah.”
Mereka bertanya, “Apakah Anda
memaafkan kami wahai Khalifah Rasulullah untuk menyebutkannya?
abu Bakar radhiyallahu anhu menjawab, “Kalian mesti memperdengarkan!”
abu Bakar radhiyallahu anhu menjawab, “Kalian mesti memperdengarkan!”
Maka mereka berkata,
Sumber:
Abu Muhammad Harits, Sepeninggal Rasulullah, Majalah Asysyariah, Edisi 77.
Ibnu
Katsir, 2004, Al Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafa’ur
Rasyidin, (diterjemahkan oleh : Abu Ihsan al-Atsari),
Darul Haq: Jakarta.
No comments:
Post a Comment